Junkim atau akrab disapa Akim memang memiliki riwayat sakit mag sehingga dia tidak boleh telat maka. Namun kali ini, sakit yang dirasakan bukan sakit biasa. Junkim menggambarkan dirinya seperti orang yang sedang ditusuk pisau. Walaupun ikut panik, Grace istrinya merasa kalau sikap Junkim terlalu berlebihan.<\/p>\n

\u201cSaya pikir suami saya ini kok lemah sekali, tahan penyakit seperti itu saja kok nggak bisa,\u201d ungkap Grace.<\/p>\n

Sesampainya di rumah sakit, Grace terkejut oleh hasil pemeriksaan dokter. \u201cTerdapat pelebaran pembuluh darah aorta yang cukup besar di perut. Diameternya hampir 15 cm. karena itu maka harus dilakukan tindakan operasi detik itu juga,\u201d ungkap dokter Rachim Sobarna, dokter bedah yang dulu menangani Junkim.<\/p>\n

Permasalahan mulai timbul ketika Junkim menolak untuk operasi. Hal ini dilakukannya karena dulu dia pernah berdoa pada Tuhan agar seumur hidup pisau operasi tidak pernah menyentuh tubuhnya. Grace berusaha membujuk Junkim, namun Junkim terus menolak.<\/p>\n

Saat sedang bergulat dengan rasa sakit yang begitu rupa, Junkim membuat sebuah pengakuan. Grace sempat menyangka kalau Akim mengaku sudah berselingkuh atau melakukan tindakan buruk lainnya, namun ternyata tidak. Dengan terbata dan menahan rasa sakit, Junkim mengaku bahwa dia sangat membenci istrinya itu. Kebencian itu dirasakannya karena sifat istrinya dianggap terlalu berlebihan.<\/p>\n

Grace adalah seorang wanita yang sangat dominant sehingga Junkim merasa dirinya tidak dihargai sebagai kepala keluarga. \u201cDi dalam banyak hal dia mencoba mengambil posisi saya, padahal saya kan yang kepala keluarga,\u201d<\/p>\n

Semuanya menjadi lebih parah ketika akhirnya usaha Junkim bangkrut. Grace merasa sangat kesal karena melihat Junkim hanya berdoa tanpa melakukan tindakan yang berarti. Dia juga tersinggung karena merasa dirinya tidak diajak untuk berdoa bersama selayaknya suami istri. \u201cKenapa dia berdoa sendiri, kenapa saya tidak diajakin, toh saya kan istrinya. Makanya di situ saya jadi kesal sama dia, dan saya bilang \u2018udah nggak usah doa percuma doa juga nggak akan didengerin sama tuhan\u2019\u201d, kenang Grace.<\/p>\n

Perkataan Grace itu sangat menyinggung hati Junkim, dia pun berikthiar untuk tidak lagi berdoa dan membiarkan semua terjadi begitu saja. Karakter Junkim yang tertutup membuat Grace tidak menyadari bahwa Junkim sangat kesal dan bahkan membencinya.<\/p>\n

\u201cSaya nggak nyangka kalau kejadian itu membuat dia sedemikian benci sama saya. Padahal hari-hari sesudah kejadian itu, dia nggak pernah nunjukin kalau dia itu benci sama saya atau dia itu marah sama saya,\u201d ungkap Grace.<\/p>\n

Pengakuan Junkim tentang kebenciannya pada Grace membuat Grace tertampar. Dia menyesali perkataannya itu dan berharap bisa memutar waktu agar tidak mengulang perbuatannya itu. \u201cWaktu suami saya bilang seperti itu, saya benar-benar menyadari, saya ingat saya istri macam apa sampai saya mengucapkan kalimat seperti itu,\u201d ungkap Grace.<\/p>\n

Karena kondisi Junkim terus memburuk, dokter memutuskan untuk segera melakukan operasi. Namun sesaat sebelum pelaksanaan, Grace dibuat panik oleh pernyataan dokter bahwa kasus seperti yang dialami Junkim 90 persen berakhir kematian.<\/p>\n

Pernyataan dokter sempat membuat Grace putus asa. \u201cSaya baru dua bulan menikah, kalau operasi suami saya gagal saya harus seperti apa,\u201d Grace mengenang kecemasannya.<\/p>\n

Namun tiba-tiba pandangan Grace tertuju pada sebuah poster yang bertuliskan bahwa Yesus adalah mujizat yang hidup. \u201cDi situ saya mendapat kekuatan, dan saya percaya bahwa Yesus dapat menyembuhkan suami saya,\u201d Grace yakin.<\/p>\n

Mujizat pun terjadi, operasi Junkim sukses dan dia bisa bertahan hidup. Namun ternyata masalah antara Grace dan Junkim belumlah selesai. Begitu sadar dari pengaruh obat bius, Junkim berontak dan ingin melepas semua alat bantu pernafasan, infus, dan semua keluar dari tempat tidurnya.<\/p>\n

Junkim sama sekali tidak mengindahkan niat baik Grace untuk berubah. Hatinya masih sakit atas tindakan Grace. Berbeda dengan Junkim, Grace justru semakin gigih menunjukan perubahan sikapnya. Janji pernikahan yang dulu pernah diucapkannya menjadi penguatnya untuk terus menunjukan perubahan karakternya.<\/p>\n

Sedikit demi sedikit hati Junkim mulai melembut, apalagi ketakutannya pada kematian membuatnya semakin membutuhkan support dari seorang istri. \u201cSaya pada saat itu saya sangat merasakan kasih sayang seorang istri, cuma saya masih belum bisa memaafkan dia. Sampai pada satu titik saya lihat orang masuk ICU dalam kondisi bernafas keluarnya sudah ditutup kain putih, ini sepertinya saya tunggu giliran. Kapan nih kena di nomer saya, saya akan ditutup kain putih dan saya akan di dorong ke luar sama seperti mereka,\u201d ungkap Junkim.<\/p>\n

Ketakutan Junkim itu mengingatkannya pada pengalaman spiritualnya pada saat menjalani operasi. \u201cSaya mengalami penglihatan spiritual dibawa ke neraka. Saya melihat ada satu orang yang saya tahu bahwa dia adalah orang yang baik, dia juga adalah sosok yang taat,\u201d kisah Junkim.<\/p>\n

Dalam kebingungan Junkim, dia mendengar sebuah suara yang diyakininya sebagai suara Tuhan. \u201cDia ada di sini karena dia benci istrinya,\u201d Junkim menceritakan pendengarannya.<\/p>\n

Junkim merasa apa yang dilakukan orang itu sama seperti apa yang dilakukannya. Dia pun akhirnya bertanya kepada Tuhan bagaimana caranya agar dia tidak mengalami nasib yang sama dengan temannya itu.<\/p>\n

\u201cTuhan saya tidak mau berada di tempat seperti ini!\u201d ucap Junkim.<\/p>\n

\u201cDengan adanya kasih dari padaku, kamu dapat mengasihi istrimu dengan benar,\u201d jawab Tuhan.<\/p>\n

Disitulah Junkim memutuskan untuk meminta kasih dan kesetiaan Tuhan memenuhi hatinya, sehingga dia bisa mengasihi istrinya dengan benar. Namun Junkim mengaku itu bukanlah hal yang mudah. \u201cTapi buat saya itu hal yang nggak gampang. Saya butuh waktu, saya berjuang keras untuk bisa melakukan itu,\u201d ungkap Junkim.<\/p>\n

Usaha Grace akhirnya berbuah manis. Junkim akhirnya mampu melihat ketulusan hati Grace, hatinya sangat tersentuh melihat pengorbanan Grace yang rela terus berjaga di samping tempat tidur Junkim untuk merawat Junkim walaupun kondisi tubuhnya sudah sangat lemah.<\/p>\n

\u201cSaya juga bisa merasakan dia itu tulus mencintai saya, itulah yang membuat hati saya itu hancur. Di situlah saya merasakan saya bisa melepaskan pengampunan itu untuk istri saya. Saya bisa merasakan kasihnya, saya bisa menghancurkan kebencian saya,\u201d ungkap Junkim.<\/p>\n

Semenjak hubungan mereka pulih, baik Grace maupun Junkim terus memperbaiki sikap mereka. Mereka selalu belajar berkomunikasi dengan baik dan tidak menggunakan asumsi sendiri-sendiri serta terus melibatkan Tuhan dalam rumah tangga mereka. \u201cKetika saya berserah kepada Yesus, Yesus memulihkan hubungan saya sebagai suami dan istri,\u201d ungkap Grace.<\/p>\n

Sumber Kesaksian (jawaban.com<\/a>)<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Junkim atau akrab disapa Akim memang memiliki riwayat sakit mag sehingga dia tidak boleh telat maka. Namun kali ini, sakit yang dirasakan bukan sakit biasa. Junkim menggambarkan dirinya seperti orang yang sedang ditusuk pisau. Walaupun ikut panik, Grace istrinya merasa kalau sikap Junkim terlalu berlebihan. \u201cSaya pikir suami saya ini kok lemah sekali, tahan penyakit…<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":1345,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"_mi_skip_tracking":false,"footnotes":""},"categories":[3],"tags":[],"class_list":["post-1344","post","type-post","status-publish","format-standard","has-post-thumbnail","hentry","category-kesaksian"],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1344","targetHints":{"allow":["GET"]}}],"collection":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=1344"}],"version-history":[{"count":1,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1344\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":1346,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1344\/revisions\/1346"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media\/1345"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=1344"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=1344"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=1344"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}