\u201cSesekali loe harus hibur diri loe.. Ikut gua aja ke diskotik,\u201d demikian ajakan seorang sales yang telah cukup akrab dengan Liki Widjaya.<\/p>\n

\u201cDisana loe bisa duduk santai sambil dengerin musik, dan juga ditemenin wanita cantik,\u201d tambah orang itu.<\/p>\n

Tak pernah disangka Liki bahwa dengan menerima ajakan itu dirinya akan terjerat kehidupan malam dan mengkhianati cinta istrinya, Mulyati.<\/p>\n

\u201cSaya gonta-ganti pasangan. Selama kurang lebih hampir 10 tahun mungkin saya sudah main dengan wanita malam sekitar 100an orang lebih,\u201d tutur Liki.
\nNamun serapi apapun dosa ditutupi, pada akhirnya akan terungkap juga. Kali ini Liki tak bisa mengelak setelah dirinya terkena penyakit kelamin akibat melakukan seks bebas. Bahkan sang istri yang tak bersalah pun tertular juga.<\/p>\n

Mulyati mencoba menepis informasi dari dokter yang menyatakan kemungkinan sang suami suka bermain wanita. Namun setelah Liki menjalani pengobatan dan sembuh dari penyakit sipilis-nya, ternyata kelakuannya bertambah buruk.<\/p>\n

\u201cKe bar lagi, main perempuan lagi, terus begitu. Sampai akhirnya kenal artis-artis bar, dan salah satunya kecantol. Saya naksir, saya ikutin dia dari satu bar ke bar lain.\u201d<\/p>\n

Penyanyi bar itu seperti menyihir Liki, setelah hubungan mereka semakin dalam, Liki bahkan memutuskan untuk kumpul kebo atau tinggal serumah dengan wanita tersebut.<\/p>\n

\u201cPenghasilan saya sebagian besar ke dia dari pada ke anak istri. Karena pelayanan dia di bidang seks lebih memuaskan,\u201d demikian pengakuan Liki.<\/p>\n

Sering tidak pulang ke rumah, dan uang yang habis tidak ada juntrungannya, membuat istri Liki, Mulyati mulai curiga. Pertengkaran demi pertengkaran sering terjadi, bahkan kadang sudah tidak peduli tempat lagi. Di toko pun, mereka sering beradu mulut. Yang melerai mereka malah tetangga dan para pelanggan mereka.<\/p>\n

\u201cDia minta uang, saya ngga kasih. Dia marah-marah karena ngga di kasih,\u201d tutur Mulyati.<\/p>\n

Bukannya sadar, Liki makin berang atas tindakan istrinya. Saat itu dengan penuh amarah, Liki mengusir anak dan istrinya. Namun Mulyati tidak mau menyerah begitu saja, dia pergi ke dapur dan mengambil sebilah pisau.<\/p>\n

\u201cAku ngga mau pergi! Kalau mau bunuh aja nih.. biar puas! Bunuh aku aja cepetan..!\u201d Mulyati menyodorkan pisau dengan histeris. Merasa terpojok, Liki pun pergi meninggalkan istrinya yang sedang histeris itu.<\/p>\n

Dikhianati dan disakiti secara bertubi-tubi oleh suaminya, Mulyati sering menghadapi godaan untuk melakukan pembalasan. Para sales pria yang sering mengatar barang ke tokonya, tak jarang menggodanya untuk melakukan balas dendam. Namun suara Roh Kudus di hatinya membuat Mulyati menepis semua bujuk rayu itu.<\/p>\n

\u201cSaya pikir nikmat hanya sebentar doang. Saya kasihan pada anak saya. Saya ingat Tuhan, saya hanya berserah pada Tuhan. Sebab saya yakin, Tuhan saya bisa memulihkan suami saya.\u201d<\/p>\n

Kala suaminya pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan tertidur, Mulyati menumpangkan tangan di atas kepalanya. Hal ini Mulyati lakukan dengan tekun selama hampir sepuluh tahun. Ia tetap yakin Tuhan pasti mampu mengubah suaminya, sekalipun ia harus menantikannya dalam waktu yang sangat panjang.<\/p>\n

Hingga suatu hari menjelang tahun ke sepuluh pengkhianatan itu dilakukan, Liki merasakan dadanya sakit dan datang kepada Mulyati. Merasa tidak tahan lagi dengan rasa sakit yang menyiksanya, Liki minta diantarkan ke rumah sakit.<\/p>\n

<\/a><\/div>\n

\u201cSaya bawa kerumah sakit, kata dokter ini mah jantung. Dia harus di rawat di ruang ICU,\u201d tutur Mulyati yang tetap merawat suaminya dengan penuh kasih sekalipun ia telah diperlakukan dengan kasar dan di khianati.<\/p>\n

\u201cBisikan-bisikan mah ada, \u2018Tinggalin! Tinggalin!\u2019 Tapi saya ingat firman Tuhan mengatakan: wanita diciptakan sebagai penolong dikala susah maupun senang.\u201d<\/p>\n

Saat Liki di rawat di ICU itulah, Mulyati menawarkan kepada Liki untuk didoakan oleh hamba Tuhan<\/b><\/i>. Dalam kondisinya yang sudah tidak berdaya, Liki pun menerima tawaran itu.<\/p>\n

\u201cSaat itu saya di nasehatin supaya hidup benar, supaya bertobat, insaf, dan sesudah itu di doakan. Keadaan saya semakin membaik setelah itu dan akhirnya di perbolehkan pulang.\u201d<\/p>\n

Setelah Liki diperbolehkan pulang ke rumah oleh dokter, Mulyati pun tidak menyia-nyiakan waktu, langsung mengajak sang suami untuk mengikuti kebaktian di sebuah gereja.<\/p>\n

\u201cDisitu saya mendengar firman Tuhan yang mengatakan tentang pertobatan. Saat itu saya merasa sebagai orang yang paling ngga bener, jadi saya maju ke depan untuk di doakan. Saat di tumpang tangan, saya merasakan damai sejahtera dan sukacita dari pada sebelumnya.\u201d<\/p>\n

Sepulang ibadah itu, Liki meminta maaf kepada istri dan anaknya. Ia pun telah memutuskan hubungan dengan wanita simpanannya, bahkan kini ia telah lepas dari keterikatannya akan rokok dan minuman keras. \u201cBenar-benar sekarang, Tuhan itu segala-galanya dalam hidup saya,\u201d demikian pengakuan Liki.(Kisah ini ditayangkan 12 November 2010 dalam acara Solusi Life di O’Channel).<\/p>\n

Sumber Kesaksian:<\/p>\n

Liki Mulyati Widjaya,\/ jawaban.com<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

\u201cSesekali loe harus hibur diri loe.. Ikut gua aja ke diskotik,\u201d demikian ajakan seorang sales yang telah cukup akrab dengan Liki Widjaya. \u201cDisana loe bisa duduk santai sambil dengerin musik, dan juga ditemenin wanita cantik,\u201d tambah orang itu. Tak pernah disangka Liki bahwa dengan menerima ajakan itu dirinya akan terjerat kehidupan malam dan mengkhianati cinta…<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":15114,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"_mi_skip_tracking":false,"footnotes":""},"categories":[3],"tags":[],"class_list":["post-15113","post","type-post","status-publish","format-standard","has-post-thumbnail","hentry","category-kesaksian"],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/15113","targetHints":{"allow":["GET"]}}],"collection":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=15113"}],"version-history":[{"count":1,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/15113\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":15115,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/15113\/revisions\/15115"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media\/15114"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=15113"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=15113"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=15113"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}