Jeni Stany harus terpisah dan hilang kontak dengan kedua putrinya ketika tsunami Palu pada Jumat, 28 September 2018 terjadi. Kala itu, Jeni mengaku tak punya firasat apa-apa. Saat berpamitan dengan putri sulungnya Delva yang akan mengadakan Bible<\/em> camp<\/em> di desa Jono Oge, Jeni malah hanya mengucapkan kata sederhana.<\/p>\n \u201cDia langsung pergi naik motor. Saya hanya bilang \u2018Hati-hati!\u2019 Jadi kami tidak ada komunikasi yang mengindikasikan bahwa akan terjadi sesuatu,\u201d demikian dituturkan oleh Jeni.<\/p>\n Sementara putri keduanya, Jesica hari itu akan mengikuti geladi bersih bersama teman-teman sekolahnya di Pantai Talise, Anjungan.<\/p>\n Firasat seorang ibu tak pernah salah. Entah mengapa, Jeni merasa begitu gelisah di sore hari itu setelah sebanyak tiga kali gempa terus terjadi. Dia pun menyampaikan perasaan itu kepada suaminya yang tengah tugas luar kota.<\/p>\n Kala itu, Jeni hanya bisa berdoa, meminta pertolongan dan perlindungan dari Tuhan.<\/p>\n Gempa Besar Kembali Terjadi<\/strong><\/b><\/p>\n Saat itu, Jeni benar-benar sangat panik. Gempa susulan yang berkekuatan cukup besar terjadi di sore harinya. Dengan penuh ketakutan, dia mencoba menyelamatkan diri dari rumah.<\/p>\n Di jalanan, dia melihat kerumunan orang berkumpul. Sementara gemuruh dari bawah tanah terdengar kencang. Menyadari kalau kota Palu tengah dihantam gempa besar, diapun teringat dengan kedua putrinya di luar sana.<\/p>\n Sebagai seorang ibu, Jeni tentu saja begitu khawatir. Bahkan sampai pertengahan malam pun dia masih belum tahu pasti bagaimana keadaan kedua putrinya, apakah masih hidup atau sudah meninggal.<\/p>\n \u201cKetika tengah malam, saya hanya mendengar orang bercerita, berbisik-bisik bahwa di Pantai Talise ada tsunami. Di Jono Oge, lumpur sudah naik kira-kira sampai tiga meter dan sudah ada anak-anak yang diangkat. Mereka sudah tidak bernyawa,\u201d terangnya.<\/p>\n Delva Rupanya Masih Hidup<\/strong><\/b><\/p>\n Delva adalah salah satu siswa SMA yang selamat dari likuifaksi di Desa Jono Oge. Untuk bisa selamat, dia mengaku harus berjuang keluar dari lumpur. Bahkan di saat nyawanya masih terancam, Delva masih teringat dengan adiknya Jesica yang saat itu juga sedang berada di pantai.<\/p>\n \u201cPerasaan saya, saya sudah mau mati. Saya sudah tidak tahu apa yang mau saya perbuat. Karena (tembok) itu mengurung saya. Terus saya sempat nangis (teringat) \u2018Adik saya bagaimana\u2019\u201d ungkap Delva.<\/p>\n Doa Ibu yang Dijawab<\/strong><\/b><\/p>\n Sebagai ibu, Jeni hanya bisa menangis dan berdoa. Meminta pertolongan Tuhan terjadi atas Delva dan Jesica.<\/p>\n Sampai keesokan pagi, Jeni menerima kabar bahagia dari seorang pria. Dia mengaku kalau Jesica selamat dan tengah berada dalam pengungsian.<\/p>\n \u201cDia bilang, \u2018Ibu. Anaknya ibu selamat. Dia ada di Jalan Merpati. Dan ponakan saya pergi menjemputnya dan membawanya pulang.\u201d<\/p>\n Tangis Jeni kembali pecah setelah menyaksikan tubuh putrinya penuh lumpur. Rupanya Jesica mengalami hal serupa dengan Delva. Dia harus berjuang menyelamatkan diri setelah air laut pasang dan membawa bangunan rumah yang menyeret tubuhnya.<\/p>\n Ada syukur yang tak terkira yang meluap di dalam hati Jeni setelah satu anaknya sudah ditemukan dalam kondisi hidup. Sementara di sisi lain, hatinya masih dipenuhi dengan penantian panjang akan berita dari putrinya Delva.<\/p>\n \u201cKira-kira tengah hari jam satu atau jam dua, datang seorang bapak. Dia bertanya, \u2018Ibu sudah ada kabar dari anak-anak?\u2019 Saya menjawab, \u2018Belum.\u2019 Kemudian bapak itu menyampaikan bahwa Melva, Dinda dan temannya selamat. Saya bilang anak saya bukan Melva, anak saya Delva. Dia bilang, \u2018Iya Delva.\u2019 Saya tanya, \u2018Darimana sumber berita ini?\u2019 Dia bilang, \u2018Di SMA 2 sudah ada beberapa siswa yang dievakuasi\u2019\u201dterang Jeni.<\/p>\n Benar saja. Delva benar-benar selamat dan berada diantara siswa SMA yang sudah dievakuasi.<\/p>\n Tangis Jeni kembali pecah menyaksikan putri sulungnya itu persis mengalami hal yang sama dengan putri keduanya.<\/p>\n \u201cPuji Tuhan Delva selamat. Kami mengucap syukur kepada Tuhan. Bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa. Saya tidak berdaya. Saya tidak pergi mencari Jesi di lokasi tsunami. Saya tidak pergi mencari Delva di lokasi likuifaksi. Tapi cara Tuhan yang ajaib menolong dan menyelamatkan anak-anak saya,\u201d demikian Jeni menuturkan dengan linangan air mata.<\/p>\n Ucapan Syukur Delva Kepada Tuhan<\/strong><\/b><\/p>\n Apa yang Tuhan sudah lakukan atas kedua putrinya membuat Jeni percaya kalau Tuhan itu hidup. Bahkan dia percaya bahwa kesempatan hidup kedua yang sudah Tuhan berikan untuk mereka adalah karena kemurahan Tuhan semata. Karena itulah dia berjanji akan selalu memuji Tuhan dan percaya sepenuhnya bahwa penyertaan-Nya itu nyata.<\/p>\n Hal serupa juga disampaikan oleh Delva. Kalau bukan karena kuasa Tuhan, dia tahu likuifaksi Palu pasti sudah menenggelamkan seluruh tubuhnya. Tapi Tuhan mengijinkan dia untuk menyaksikan pertolonganNya yang ajaib.<\/p>\n \u201cSaya mengucap syukur kepada Tuhan Yesus karena masih memberikan saya kesempatan untuk hidup dan melayani Tuhan di gereja. Terima kasih Tuhan dan bisa melindungi kami sekeluarga hingga bisa bertemu dan bisa beribadah di sepanjang minggu ini,\u201d tandasnya.<\/p>\n <\/p>\n <\/p>\n <\/p>\n <\/p>\n Mari menjadi Garam & Terang dunia melalui kesaksian hidup kita yang memberkati.<\/p>\n DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:<\/p>\n Saya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya. Sumber: www.jawaban.com<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":" Jeni Stany harus terpisah dan hilang kontak dengan kedua putrinya ketika tsunami Palu pada Jumat, 28 September 2018 terjadi. Kala itu, Jeni mengaku tak punya firasat apa-apa. Saat berpamitan dengan putri sulungnya Delva yang akan mengadakan Bible camp di desa Jono Oge, Jeni malah hanya mengucapkan kata sederhana. \u201cDia langsung pergi naik motor. Saya hanya bilang \u2018Hati-hati!\u2019 Jadi…<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":15275,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"_mi_skip_tracking":false,"footnotes":""},"categories":[3],"tags":[],"class_list":["post-15274","post","type-post","status-publish","format-standard","has-post-thumbnail","hentry","category-kesaksian"],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/15274","targetHints":{"allow":["GET"]}}],"collection":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=15274"}],"version-history":[{"count":1,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/15274\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":15276,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/15274\/revisions\/15276"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media\/15275"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=15274"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=15274"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=15274"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}
\nSaya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
\nDan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
\nSaya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Engkau.
\nSaya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN. <\/p>\n