Beberapa tahun terakhir ini, wajahnya hilir mudik menghiasi layar pertelevisian Indonesia. Bahkan mendengar namanya pun telinga ini udah sangat familiar sama sosok dara cantik berdarah Manado ini. Kezia Karamoy, demikian nama lengkapnya, mulai dikenal khalayak umum setelah terpilih jadi salah satu personil girlband populer pada saat itu.
\nMeski kakaknya terlebih dulu terjun di dunia entertainment, tapi nyatanya itu ngga menjaminan perjalanan Kezia masuk ke dunia entertainment nasional bakalan mulus. Faktanya, banyak kendala dan pergumulan yang dialaminya, bahkan pada awalnya Kezia sempat ngga diizinin oleh sang mama.
\n\u201cAwalnya, Mama ngga mengizinkan tapi saat itu aku bilang sama Mama bahwa ini adalah jawaban doaku selama ini,\u201d terang anak ke-5 dari pasangan Vence dan Theresia Karamoy ini.
\nPerlahan tapi pasti, kepopuleran dan pundi-pundi rupiah makin berlimpah. Makin banyak orang mengenal sosok cewek kelahiran 24 tahun lalu ini, justru ngga membuat Kezia jadi orang yang sombong. Kezia justru sangat berterima kasih kepada Tuhan, sehingga ia selalu berusaha menghadapi berbagai persoalan dalam hidupnya dengan senyum dan semangat.
\n\u201cJadi Public Figure itu harus jadi berkat bagi semua orang, mau ngga mau, dimana pun harus tersenyum dan ngga boleh memperlihatkan kalo kita sedang bermasalah. Kucinya, sih aku selalu tersenyum dan jadi penyemangat bagi orang-orang di sekitarku,\u201d ungkap cewek pemilik tinggi badan 160 cm ini.<\/p>\n

Secara umur, Kezia memang masih muda tapi siapa yang menyangka kalo Kezia pernah memiliki pengalaman yang jarang dialami oleh manusia. Ya, pada umur dua tahun Kezia pernah meninggal selama dua jam, dan kemudian hidup lagi.
\n\u201cSaat itu aku ngga ngerti sakitnya apa. Kami 6 bersaudara lagi bermain-main, tiba-tiba aku muntah-muntah. Kemudian, Mama membalut mulut ku pake kain. Akhirnya aku dibawa ke kamar dan didoain. Papa Mama jarang banget langsung membawa ke dokter. Puji Tuhan, aku hidup kembali. Padahal kata mereka, badan aku udah biru saat itu,\u201d kenang Kezia.
\nSetelah \u201cbangkit dari kematian\u201d, Kezia menari-nari layaknya penari. Kezia yang saat itu masih kecil ngga mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Kezia cuma ngerasain dalam memori ingatannya. \u201cAku menari-nari dan kata mama ia seolah-olah dapat bisikan dari Tuhan yang berkata bahwa Roh Allah-lah yang membuat aku menari, biarkan dia memuji Tuhan\u201d, tambah Kezia.
\nPada ultahnya tahun ini, Kezia berharap karirnya di entertainment semakin baik dan bisa jadi berkat serta pengaruh yang baik bagi orang lain. Selebihnya, aku serahin semua kepada rencana Tuhan. So, doain aja ya sobat Generasihero.
\nSumber: http:\/\/www.generasihero.com<\/p>\n

DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:
\nSaya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
\nSaya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
\nDan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
\nSaya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Egkau.
\nSaya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Beberapa tahun terakhir ini, wajahnya hilir mudik menghiasi layar pertelevisian Indonesia. Bahkan mendengar namanya pun telinga ini udah sangat familiar sama sosok dara cantik berdarah Manado ini. Kezia Karamoy, demikian nama lengkapnya, mulai dikenal khalayak umum setelah terpilih jadi salah satu personil girlband populer pada saat itu. Meski kakaknya terlebih dulu terjun di dunia entertainment,…<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":1861,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"_mi_skip_tracking":false,"footnotes":""},"categories":[3],"tags":[],"class_list":["post-1860","post","type-post","status-publish","format-standard","has-post-thumbnail","hentry","category-kesaksian"],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1860","targetHints":{"allow":["GET"]}}],"collection":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=1860"}],"version-history":[{"count":1,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1860\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":1862,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1860\/revisions\/1862"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media\/1861"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=1860"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=1860"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=1860"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}