Pernikahan bahagia merupakan harapan yang dibawa oleh pasangan suami dan istri sebelum masuk dalam kehidupan rumah tangga mereka. Meskipun begitu badai kehidupan sepertinya tidak serta merta membiarkan kita hanya menikmati kesenangan. Halangan dan ujian menjadi teman seperjalanan pasangan menuju pernikahan bahagia.<\/p>\n

Hal yang sama dirasakan oleh Rachel Rihi. \u201cHarapan saya, setelah menikah saya berharap banyak untuk bisa bahagia.\u201d Sehingga dia memutuskan untuk menikah muda. Namun kehidupan pernikahan yang diidamkannya, berubah menjadi sengsara. Bukannya kasih sayang yang dicurahkan, Sang suami Petrus Rihi kerap berlaku kasar. Entah itu dengan perkataan hingga pukulan.<\/p>\n

Satu saat, Rachel ada urusan di luar rumah dan menyampaikan keperluan itu kepada sepupu suaminya. Sepulangnya ke rumah, Petrus sudah berdiri di depan rumah. Merasa tidak ada masalah, dia pun berusaha masuk ke rumah. Namun yang menantinya di depan ternyata masalah besar.<\/p>\n

\u201cTanpa basa-basi dia langsung memukul. Menyeret saya ke kamar dan menginjak-nginjak tubuh saya. Padahal dia tahu saya tengah hamil,\u201d ungkap Rachel. Kesedihannya semakin bertambah karena suaminya semakin kasar, bahkan saat dalam kondisi mengandung.<\/p>\n

Yang diinginkannya saat itu adalah pelukan dan permintaan maaf dari suaminya, namun sepertinya masih tidak mungkin. \u201cSaya ingin suami saya sayang sama saya, tapi di matanya semua yang saya lakukan itu salah.\u201d<\/p>\n

Petrus mengakui kekerasan yang dilakukannya terhadap Sang istri. Saat itu, dirinya beranggapan bahwa hal itu dilakukan agar istrinya tunduk pada suami. Namun dirinya tahu bahwa emosinya memang telah menyakiti Rachel, \u201cKalau saya lagi emosi, saya engga pandang dia istri atau tidak,\u201d kata Petrus.<\/p>\n

Pertengkaran tidak hanya terjadi di dalam rumah, bahkan saat sedang makan di luar, Petrus tetap berlaku sama, marah dan berteriak. Apapun yang Rachel lakukan, semua serba salah. Emosi yang meledak-ledak dari Petrus bahkan pernah berujung pada ancaman dengan pisau.<\/p>\n

Tidak pernah terbayangkan oleh Rachel, ancaman seperti ini dilakukan oleh suaminya. Merasa tersudut, Rachel tidak tahu apa yang harus dilakukannya. \u201cSaya merasa tekanan sangat berat. Tidak ada yang mendukung, anak juga masih kecil.\u201d<\/p>\n

Lantas dia beranggapan bahwa tidak ada yang bisa membantunya. Tidak tahan dengan perlakuan suaminya, Rachel sempat berpikir untuk bercerai. Namun saat melihat anak-anaknya, dia tahu bahwa merekalah yang akan menjadi korban. Selain itu, dia juga tahu bahwa Tuhan tidak akan menyukai keputusan tersebut. Untuk itu dirinya bertekad untuk menjadi pribadi yang kuat dalam mengarungi setiap badai kehidupan pernikahannya dan tetap mendoakan suaminya.<\/p>\n

Pada satu hari, Petrus berangkat kerja dan terjadilah kecelakaan. \u201cEngga sadar, tiba-tiba motor jatuh sendiri. Lalu ada mobil yang melaju kencang dari belakang dan menabrak saya. Saat itu saya pasrah, saya pikir saya akan kelindas, namun ternyata tidak demikian.\u201d<\/p>\n

Selepas kejadian naas itu, Petrus sadar. Dia merasa seperti sedang ditegur Tuhan. \u201cSaya yang sebelumnya tidak pernah mengucap syukur, malam itu terucap. Saya katakan, \u2018Makasih Tuhan, Tuhan Yesus baik\u2019.\u201d<\/p>\n

Ketika ibadah bersama, hamba Tuhan berbicara tentang pengampunan. Inilah yang kemudian menggerakkan Rachel untuk mengampuni suaminya. \u201cWalaupun berat, saya harus mengampuni. Saya berkata pada suami bahwa, sebelum suami saya minta maaf, saya sudah mengampuni dia.\u201d Melepaskan rasa sakitnya, Rachel mengambil keputusan untuk mengampuni suaminya.<\/p>\n

\u201cMendengar itu, saya merasa seperti terlepas, ada damai sukacita saat mendengarnya,\u201d kata Petrus. Meskipun dirinya tidak secara langsung mengutarakan permintaan maafnya, namun dia benar-benar menyesal dengan perlakuan kasarnya.<\/p>\n

\u201cSaya baru sadar sekarang, bahwa istri saya adalah perempuan yang kuat. Kalau saya ingat lagi perlakuan kasar saya ke istri, saya sangat menyesal,\u201d ujar Petrus. Hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya, disiapkan khusus untuk Rachel. Sambil memberikan kejutan manis, Petrus mengucapkan permintaan maafnya berulang kali kepada istrinya.<\/p>\n

Sekarang, Rachel menikmati perubahan yang telah Tuhan anugrahkan dalam kehidupan pernikahannya. \u201cDia sekarang lebih bisa mendengar saya. Bila dulu ringan tangan, sekarang dia menjadi suami yang penuh kasih,\u201d ungkap Rachel. \u201cSaya percaya pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat dalam keluarga kecil saya. Damai sukacita Tuhan pasti menyertai keluarga saya, yang terus berjalan bersama Tuhan.\u201d<\/p>\n

Meskipun suami adalah pemimpin dalam keluarga, Allah mengkehendaki mereka untuk mengasihi istri dan anak-anaknya. Sedangkan istri berperan sebagai penolong yang sepadan artinya sebagai sahabat, partner yang mendukung dan melengkapi suami untuk menggenapi visi Allah. Sebab Kolose 3: 19 tertulis, \u2018Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia\u2019. <\/p>\n

Sumber : Rahel Rihi<\/p>\n

 <\/p>\n

 <\/p>\n

DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:
\nSaya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
\nSaya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
\nDan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
\nSaya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Engkau.
\nSaya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN.<\/p>\n

 https:\/\/www.jawaban.com<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pernikahan bahagia merupakan harapan yang dibawa oleh pasangan suami dan istri sebelum masuk dalam kehidupan rumah tangga mereka. Meskipun begitu badai kehidupan sepertinya tidak serta merta membiarkan kita hanya menikmati kesenangan. Halangan dan ujian menjadi teman seperjalanan pasangan menuju pernikahan bahagia. Hal yang sama dirasakan oleh Rachel Rihi. \u201cHarapan saya, setelah menikah saya berharap banyak…<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":7649,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"_mi_skip_tracking":false,"footnotes":""},"categories":[3],"tags":[],"class_list":["post-7648","post","type-post","status-publish","format-standard","has-post-thumbnail","hentry","category-kesaksian"],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/7648","targetHints":{"allow":["GET"]}}],"collection":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=7648"}],"version-history":[{"count":1,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/7648\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":7650,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/7648\/revisions\/7650"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media\/7649"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=7648"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=7648"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=7648"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}