Sejak kecil, kita sudah dihujani dengan pertanyaan, “Kalau sudah besar, mau jadi apa?” Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian membawa kita pada sebuah rencana. Rencana ini yang kemudian bisa mengantarkan kita pada keinginan kita tersebut. Untuk jadi dokter kita harus sekolah kedokteran, untuk bisa hidup di luar negeri, kita harus bisa belajar berbahasa Inggris, dan rencana lainnya.<\/p>\n
Kehidupan kita selalu diawali dengan beragam rencana. Sayangnya, tidak banyak dari kita yang memperhitungkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Kita hanya menggambarkan masa depan dengan kesuksesan dan berada disekitar orang-orang yang kita kasihi.<\/p>\n
Berdasarkan dari pemahaman diatas, inilah beberapa hal yang perlu kita perhatikan saat membuat sebuah rencana.<\/p>\n
Seiring berjalannya waktu, kita menyadari bahwa seringkali rencana tidak berjalan sesuai dengan keinginan kita. Percaya atau tidak, setiap orang yang berhasil menerima hal ini justru mencapai keberhasilan mereka.<\/p>\n
Perbedaan antara mereka yang sukses dan tidak menjadi jauh lebih jelas: Orang yang sukses adalah mereka yang bisa mengelola rasa kecewa dengan baik. Kekecewaan karena kegagalan mereka kelola dengan baik karena mereka menyadari bahwa kehidupan tidak akan selalu berjalan sebagaimana seharusnya.<\/p>\n
Seorang teman saya menerima kenyataan buruk bahwa dirinya mengalami keguguran. Tidak hanya itu, suaminya pun kehilangan pekerjaan. Bukannya menangisi keadaannya, ia justru menceritakan kisah ini sambil tertawa.<\/p>\n
Ada banyak orang yang memilih untuk menjadikan kekecewaan yang mereka miliki menjadi bagian dari kehidupannya. Padahal ini bukanlah sesuatu yang Tuhan inginkan. Kekecewaan memang menjadi bagian dari kehidupan kita, tetapi Tuhan tidak ingin terus menempatkan kita pada kondisi ini.<\/p>\n
Kita tidak pernah tahu apa tepatnya alasan Tuhan membiarkan kita mengalami kegagalan. Tapi satu hal yang pasti adalah kegagalan membuat kita berserah kepada Tuhan, dan hal inilah yang membuat karya Tuhan menjadi semakin nyata dalam kehidupan kita.<\/p>\n
Kita harus melepaskan segala akar pahit yang terjadi di masa lalu. Kepahitan ini sudah berakhir dan sudah seharusnya kita hanya fokus pada keadaan hari ini dan keadaan di masa yang akan datang. Ketika Tuhan masuk dalam rencana kita, seringkali hasilnya jadi jauh lebih bermakna dan indah dari apa yang kita inginkan dan bayangkan. Meskipun jalannya tidak selalu lurus, tetapi rencana Tuhan selalu menjadi harapan dalam kehidupan kita.<\/p>\n
Kekecewaan, kesedihan, atau kejadian yang memberikan kita kepahitan pada masa lalu harus kita lepaskan. Tidak ada satupun hal yang selalu berjalan sesuai dengan rencana. Kita punya jatah ‘gagal’nya masing-masing. Inilah sebabnya kita tidak boleh membiarkan kegagalan ini menelan kita mentah-mentah sebab kita tahu bahwa janji Tuhan adalah yang terindah bagi kita.<\/p>\n
<\/p>\n
<\/p>\n
<\/p>\n
DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:
\nSaya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
\nSaya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
\nDan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
\nSaya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Engkau.
\nSaya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN.<\/p>\n
Sumber: www.jawaban.com<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"
Sejak kecil, kita sudah dihujani dengan pertanyaan, “Kalau sudah besar, mau jadi apa?” Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian membawa kita pada sebuah rencana. Rencana ini yang kemudian bisa mengantarkan kita pada keinginan kita tersebut. Untuk jadi dokter kita harus sekolah kedokteran, untuk bisa hidup di luar negeri, kita harus bisa belajar berbahasa Inggris, dan rencana lainnya. Kehidupan kita selalu…<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":8575,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"_mi_skip_tracking":false,"footnotes":""},"categories":[4],"tags":[],"class_list":["post-8574","post","type-post","status-publish","format-standard","has-post-thumbnail","hentry","category-renungan"],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/8574","targetHints":{"allow":["GET"]}}],"collection":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=8574"}],"version-history":[{"count":1,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/8574\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":8576,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/8574\/revisions\/8576"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media\/8575"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=8574"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=8574"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=8574"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}