Anda mungkin pernah mendengar nama Duma Riris Silalahi. Ia adalah wakil dari Sumatera Utara dalam ajang Puteri Indonesia 2007. Pada ajang ini, wanita yang akrab dipanggil Duma ini menyabet gelar Runner Up 1 Putri Indonesia 2007. Wanita kelahiran Balige, 20 September 1983 tersebut adalah anak ketiga dari enam bersaudara, dan menjadi anak tengah ternyata memiliki derita tersendiri baginya.<\/p>\n

\u201cAnak tengah itu biasanya tidak diperhatikan,\u201d tutur Duma kepada Solusi Life. \u201cMungkin yang paling diperhatikan itu anak pertama atau akhir. Tapi ngga bisa disalahin juga, karena kita enam bersaudara, jadi mungkin mereka ngga bisa ngebagi kasih sayang mereka sama. Walaupun kalau ditanya mereka akan menjawab, \u2018Sama kok, kita sayang semuanya.\u2019 Cuman yang aku rasain itu sebagai anak tengah kurang diperhatikan. Sampai belajar membaca saja, mama atau papa ngga pernah ngajarin, tapi bisa sendiri. Positifnya aku jadi anak yang mandiri. Kalau adik aku harus diajarin, aku mengerjakan PR sesusah apapun, kalau aku masih bisa sendiri, aku ngga akan minta tolong.\u201d<\/p>\n

Selain kurang diperhatikan, yang lebih menyakitkan lagi bagi Duma, ia merasa dibedakan dari kakak-kakaknya.<\/p>\n

\u201cKadang dibedain dengan kakakku yang paling besar, Mungkin dia dibelikan dua baju, aku cuma satu. Atau aku turunan dari dia, misalnya dia udah gede, terus bajunya dikasih ke aku. Dia dibelikan yang baru. Yang kayak gitu, sebagai anak kecil akan kritis. Pada saat itu aku berpikir, \u2018Kok mama-papa kaya gitu sih? Aku dikasih yang sisa-sisa\u2026 Kenapa sih aku ngga diperhatiin? Kenapa sih kalau pembagian sesuatu aku selalu yang paling sedikit..?\u2019 Hal itu menimbulkan dendam aja sama orang tua aku. Benci banget, sampe itu yang diinget terus sama aku. Kadang-kadang aku nangis diem-diem, walaupun sebenernya aku masih sayang sama mereka.\u201d<\/p>\n

Rasa sakit hati ini dirasakan Duma sejak ia masih kecil hingga bertumbuh remaja. Tapi suatu hari, saat Duma duduk di bangku SMA langkahnya menuntun dirinya kepada sebuah perubahan hidup.<\/p>\n

\u201cSaat itu aku SMA dan ketemu dengan sebuah persekutuan. Aku minta ijin sama orangtua kalau aku mau ikutan disitu. Waktu itu kebaktiannya setiap hari Jumat. Saat itu aku suka dengan ayat yang berbunyi, \u2018Serahkanlah segala kekuatiranmu, sebab Dia yang memelihara kamu.\u2019 Setiap kali aku kuatir tidak dikasih yang sepantasnya, aku cuma mikir kalau aku punya Tuhan. Di SMA ini aku bisa benar-benar ngga dendam lagi. Aku juga benar-benar minta maaf sama Tuhan. Begitu aku mulai hidup baru aku, aku sudah ngga dendam lagi. Benar-benar ajaib, aku ngga benci lagi tapi malah sayang. Dari biasanya aku nuntut, \u2018Bajunya beliin juga dong..!\u2019 Hati aku jadi lapang gitu, \u2018Udah, ngga apa-apa sama kakak aja.\u2019 Itu ngga pura-pura, tapi benar-benar datang dari hati.\u201d<\/p>\n

Apa sebenarnya yang menjadi dasar perubahan sikap hati Duma ini?<\/p>\n

\u201cDisitu (persekutuan) aku benar-benar ngerti kalau orang Kristen itu harus menerima Yesus secara pribadi. Kalau dulu aku Kristen, ya Kristen.. Dan aku ngga tahu Kristen itu apa sih sebenarnya. Untuk masuk sorga itu sebenarnya harus gimana sih? Itu ngga pernah diajarin. Disitu (persekutuan) aku bertumbuh. Aku jadi orang yang lebih baik. Pribadinya juga lebih baik, sehingga bisa mengampuni dan hidupku jadi lebih bahagia serta lebih bersyukur,\u201d demikian Duma menutup kesaksiannya. <\/p>\n

 <\/p>\n

Sumber Kesaksian: http:\/\/ajaran-kristen.blogspot.co.id\/<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Anda mungkin pernah mendengar nama Duma Riris Silalahi. Ia adalah wakil dari Sumatera Utara dalam ajang Puteri Indonesia 2007. Pada ajang ini, wanita yang akrab dipanggil Duma ini menyabet gelar Runner Up 1 Putri Indonesia 2007. Wanita kelahiran Balige, 20 September 1983 tersebut adalah anak ketiga dari enam bersaudara, dan menjadi anak tengah ternyata memiliki…<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":947,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"_mi_skip_tracking":false,"footnotes":""},"categories":[3],"tags":[],"class_list":["post-946","post","type-post","status-publish","format-standard","has-post-thumbnail","hentry","category-kesaksian"],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/946","targetHints":{"allow":["GET"]}}],"collection":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=946"}],"version-history":[{"count":1,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/946\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":948,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/946\/revisions\/948"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media\/947"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=946"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=946"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.kesaksian.org\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=946"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}